November 09, 2013

Bukit Moko: Puncak Tertinggi Kota Bandung


Bukit Moko. Pasti tidak semua orang mengenal tempat ini. Masih kalah pamor dengan Punclut. Tapi tempat ini menurut saya lebih indah dibanding dataran-dataran tinggi di kota Bandung. Puncak tertinggi kota Bandung yang berada di ketinggian 1.500 dpl ini letaknya di jalan Padasuka. Tau Saung Angklung Udjo kan? Nah dari sana perjalanan ke Bukit Moko bisa ditempuh dalam waktu 30 menit dengan kendaraan bermotor.

Jalan dari Saung Udjo hingga ke Caringin Tilu yang sangat menanjak masih bisa dilalui dua kendaraan karena jalan cukup lebar. Namun mulai dari Caringin Tilu sampai puncak, jalan menjadi sangat berbatu dan hanya bisa dilewati satu kendaraan roda empat saja. Oiya, kalau ingin ke Moko dianjurkan kendaraan dalam keadaan fit karena tanjakannya benar-benar curam. Kalau menggunakan mobil sebaiknya jangan sedan, walaupun ketika saya ke sana banyak juga pengunjung yang membawa sedan seperti Baleno dan Vios. Dan jangan lupa berdoa semoga tidak ada mobil lain saat naik. Kalau ngga, you will die! Yaiyalah mau minggir ke mana coba, pinggir-pinggir udah tanah miring.

Saat ngebolang ke Bukit Moko kemarin, saya ditemani Neni, my long-lost friend. Dengan motor Beat, kami meluncur sehabis Ashar. Tujuan kami memang melihat sunset. Di setiap tanjakan, kami pasti komat-kamit baca doa agar motor bisa kuat dan sampai di atas. Satu demi satu tanjakan dilahap dengan mulus, sampai pada dua tanjakan terakhir saya rasa motor tidak akan kuat jika kami berboncengan. Maka, si Neni harus jalan kaki sendiri ke atas. :p

Di tanjakan pamungkas yaitu jalan menuju Warung Daweung, warung kopi satu-satunya di Bukit Moko, nyali saya ciut dan saya menyerah. Motor pun saya titipkan di rumah warga yang letaknya tepat sebelum tanjakan ke Warung Daweung. Perjalanan yang ditempuh dengan susah payah ini terbayar dengan pemandangan super duper awesome. Kota Bandung bisa terlihat 270 derajat sehingga kita bisa melihat sunrise dan sunset dari tempat ini.

Sekarang, biar gambar-gambar di bawah yang bercerita. Because pictures speak a thousand words. 






Jalan menuju Warung Daweung
Spoiler for stoney road
Tempat parkir di Warung Daweung yang lumayan luas
Maaf nge-blur :p

Deretan pohon pinus di Bukit Moko. Next time, I should explore the woods.

Sebelah kanan adalah Gunung Tangkuban Perahu
The iconic solo tree and lamp of Bukit Moko
Another iconic view of Bukit Moko


Citylight. Aslinya bagus bangeeeeeeeetttttt. Berasa di atas danau berbintang.
Ternyata perjalanan pulang lebih menegangkan. Nggak nyangka jalan turun itu lebih serem ketimbang naik. Mana nggak ada lampu. Tapi saya nggak kapok ke sini. Suatu saat saya pasti balik lagi ke tempat ini. Janji!

Berganti Peran

--Kelas Media Pembelajaran, pukul satu lewat, dan saya kelaparan--

Mahasiswa deretan paling depan memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan antusias ketika salah seorang temannya sedang memperagakan media yang ia bawa. 
Tapi tidak sedikit pula yang menatap kosong ke depan. Pikirannya sudah melanglang ke kantin depan kampus sepertinya.
Lain halnya dengan dua orang di barisan tengah. Mereka saling berbisik lalu tertawa sembunyi-sembunyi.
Kemudian seseorang di bangku paling belakang terlihat curi-curi pandang ke bawah dan tersenyum simpul: membaca pesan pendek dari sang pujaan hati dari gelagatnya ini mah.
Di pojok kelas, dua orang mahasiswa paling masa bodoh dengan lingkungan sekitar terlihat bosan dan menahan kantuk.

Ah tiba-tiba saya rindu masa-masa kuliah dulu. Kuliah S-1 tentu saja, ketika saya seumuran mereka. Saya tipe mahasiswa akademis dan sedikit hedonis. Di kelas, saya termasuk mahasiswa yang rajin mengerjakan tugas dan menganggap IPK adalah segala-galanya. Dengan kata lain, saya selalu belajar mati-matian menjelang ujian atau di waktu senggang sekalipun. Tapi, keakademisan saya juga patut dipertanyakan. Kenapa? Karena saya selalu menghindari bangku paling depan, wilayah strategis dosen untuk melempar pertanyaan atau sekedar tatapan. Menurut saya, posisi teraman ya di tengah! Kalau bisa orang yang duduk depan saya badannya lebih jangkung dan lebih besar ketimbang saya. Jadi saya terbebas dari pandangan dosen sebagai sasaran. Hehe. Ruang gerak saya untuk ngobrol dengan teman sebelah juga lebih fleksibel. Kalau si dosen sudah terlihat membosankan maka perbincangan 'nanti makan di mana?' pun dimulai. Kadang saya main SOS saking hampir mati kebosanan. Eh main tebak-tebakan jodoh-kita-siapa-mobilnya-apa-rumah-di-mana juga sering. Ini sih kalo tipe dosennya sebodo-amat-mahasiswa-gue-mau-ngapain. Hahahaha. Yes, it was silly and did happen.

Salah seorang mahasiswa nyeletuk dan membuat seisi kelas dipenuhi tawa. Lamunan saya tentang masa muda itu pun buyar. --berasa udah tua banget yak :p.

Lagi-lagi celetukan-celetukan mahasiswa saya mengingatkan teman-teman seperjuangan dulu, Dik C 2006 alias Hardliners. Ah si X teh mungkin si ini yang suka cari perhatian, si Y teh si itu yang bodorannya walaupun simpel tapi selalu berhasil membuat saya tertawa terbahak-bahak sampai sakit perut, si Z teh si dia kali ya yang suka ngegombalin. Hal lain yang bikin kangen adalah duduk-duduk lesehan bareng teman sekelas di pinggir jurusan. Tidak akan bergerak kalau belum ada yang mengusir. Bergosip sambil menunggu kelas selanjutnya. Dan kadang akan bertindak heboh kalau si kecengan tiba-tiba muncul. Kalau dosen mendadak tidak hadir, saya dan lainnya akan bersukacita kemudian kabur ke kosan untuk nonton DVD atau melarikan diri ke Ciwalk untuk makan atau nonton film terbaru.

Sudah dua tahun berlalu, posisi saya tergantikan oleh mereka-mereka yang duduk di kelas saya. Saya pun berganti peran menjadi seorang dosen yang kehadirannya akan didambakan atau malah ketidakhadirannya akan disambut sukacita oleh mahasiswa seperti saya dulu.

Yaaah roda kehidupan berputar, saya dulu seperti mereka dan sekarang harus move on. :)

October 13, 2013

Taman Kupu-kupu Cihanjuang

Weekend kali ini saya memaksa bapak, mamah, dan adik saya untuk mengunjungi Taman Kupu-kupu Cihanjuang. Kawasan konservasi kupu-kupu ini berlokasi di Jalan Cihanjuang Cibaligo KM 3,3 No. 58 Bandung Barat dan bisa ditempuh hanya dalam waktu 15 menit dari rumah saya. Agak sedikit kecewa ketika pertama memasuki tempat ini karena banyak fasilitas yang tidak terawat seperti lahan parkir dan warung makan yang letaknya di sekitar tempat parkir. Selain itu kawasan kebun dan outbound juga sangat tidak terawat.

Di sebelah kiri gapura pintu masuk Taman Kupu-kupu terdapat deretan gazebo bagi pengunjung yang ingin menikmati makanan dan minuman. Sayangnya menu yang ditawarkan sangat terbatas.

Untuk masuk ke penangkaran kupu-kupu, pengunjung akan dikenai biaya sebesar IDR 20.000. Biaya tersebut sudak termasuk pin yang harus dipakai saat memasuki lokasi penangkaran kupu-kupu. Sebelum masuk, pengunjung harus memakai lotion anti nyamuk.

Selain konservasi kupu-kupu dan tempat makan, Taman Kupu-kupu Cihanjuang juga menyediakan fasilitas gedung serbaguna yang dapat digunakan sebagai event wedding atau event lain. 





Gedung Serbaguna Semi-outdoor







September 20, 2013

Kolase: Travelography


Gambar-gambar tersebut diambil ketika berlibur ke Phuket awal September lalu. Saya hanya sekadar iseng menyatukan gambar-gambar tadi dalam sebuah kolase sederhana. Masih setengah nggak percaya kok saya bisa menginjakkan kaki di sana. Izin-orang-tua-lah yang biasanya menjadi pengganjal saya tidak bisa pergi jauh dari rumah. Hihi Alhamdulillah Allah memuluskan langkah saya pergi ke negeri Gajah Putih.

Semoga diberi kesempatan lagi untuk bisa travelling ke tempat-tempat baru. Semoga setelah tesis selesai, mimpi saya terwujud nyebrang ke negeri orang lagi. :D

September 08, 2013

Menuju Phuket: Day 3 - Phi Phi Island

Heading to Phi Phi Island by Phi Phi Cruiser








Snorkeling at Coral Bay






Welcome to Phi Phi Island