Showing posts with label photography. Show all posts
Showing posts with label photography. Show all posts

August 11, 2013

Alam Wisata Cimahi

Kemarin saya dan teman-teman mengunjungi sebuah tempat wisata di Jalan Kolonel Masturi no. 157 Kota Cimahi yang bernama Alam Wisata Cimahi (AWC). Tempatnya sangat luas dengan berbagai macam fasilitas outbond seperti flying fox, jembatan gantung, high rope, ATV, kolam renang, kebun sayur dan buah yang dapat dipetik sendiri, serta masih banyak lagi.

Untuk menguji adrenalin, saya dan tiga teman saya mencoba ATV. Biaya per orangnya Rp 15.000 saja. Saya mengira bahwa track nya di jalan aspal yang datar, tapi ternyata tidak seperti itu pemirsa. Jalur ATV ini benar-benar sangat menantang: turunan tajam berbatu, tanjakan empat puluh lima derajat, jalan sempit dengan kanan-kiri tebing -- bukan tebing jg sih -- yah pokoknya semacam turunan berkedalaman satu sampai dua meter. Yang membuat tegangnya lagi adalah cara si pengemudi ATV yang mengemudi ala off-roader. Turunan menukik dengan tikungan di ujung pun dilahap saja tanpa ampun olehnya. Ini membuat kami berteriak histeris. Tapi justru di situlah letak keseruannya. Patut dicoba bagi para adrenaline junkies. Satu sih catatan saya untuk pengelola, mbok ya disiapkan helm untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.

Nah, setelah menghabiskan energi karena teriak-teriak naik ATV, kami pun segera memesan makanan yaitu nasi bakar komplit plus teh manis seharga Rp 37.500. Tahu berapa lama kami menunggu hidangan ini? SATU SETENGAH JAM! Ini juga menjadi catatan untuk pihak AWC agar pelayanan dalam hal ini lebih ditingkatkan.

Overall, tempatnya sangat sejuk dengan pemandangan yang mempesona -- apalagi di malam hari pengunjung dapat menikmati city light Kota Cimahi. Pokoknya tempat ini cocok sekali sebagai wisata akhir pekan bersama keluarga.

Di bawah ini saya attach sebuah video travel diary yang saya buat untuk menggambarkan keseruan di AWC. Have a click!


Klik link berikut jika thumbnail youtube tidak muncul: https://www.youtube.com/watch?v=jy4n_iGt9N4

July 30, 2013

Throwback: Pantai Congot #day29

Mungkin sebagian dari kita akan mengernyitkan dahi ketika mendengar nama pantai ini. Ya, Pantai Congot. Terdengar asing? Pantai yang terletak di Desa Jangkaran, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo ini memang masih jarang dikunjungi. Mungkin kalah pamor dengan pantai tersohor lain di kawasan pantai selatan seperti Pantai Parangtritis di Yogyakarta. Saya mengunjungi tempat ini saat perjalanan Jogja-Purworejo pada mudik Lebaran tahun lalu.

Pantai berlatar Samudera Hindia ini berpasir hitam. Oiya, kenapa pasir di sini berwarna hitam tuh katanya karena mengandung kadar bijih besi yang tinggi. Pantas saja, di sepanjang pesisir kawasan ini, banyak dijumpai spanduk bertuliskan "Stop, Penambanganan Liar!".

Pantai ini menurut saya sangat bersih jika dibandingkan Parangtritis sehingga membuat pengunjung betah berlama-lama menikmati pemandangan. Sebagai sunset catcher, saya pun menunggu sore tiba untuk mendapatkan view matahari tenggelam yang menakjubkan. Dan inilah beberapa gambar yang berhasil saya abadikan.





teteup nampang :p

Throwback: Candi Gedong Songo #day28

Berhubung masih tertular semangat traveling keliling Indonesia sesaat setelah menonton Jalan-Jalan Men dan lagu "Bonfire", postingan saya kali ini akan membeberkan pengalaman saya ketika berlibur ke Candi Gedong Songo pada Lebaran tahun lalu. Daripada membiarkan file foto-foto tersebut mengendap tak berguna di laptop, lebih baik saya bagi di sini. 

Here we go.

Candi Gedong Songo ini letaknya di lereng Gunung Ungaran, tepatnya di kabupaten Ambarawa, Semarang. Jalur menuju candi yang dibangun pada abad ke-9 Masehi ini sangat menanjak oleh karena itu diperlukan keahlian khusus jika membawa mobil. Karena letaknya yang berada di pegunungan, udaranya pun sangat sejuk dan sejauh mata memandang kita akan menemukan hutan pinus yang terhampar luas di puncak gunung.

Gedongsongo sendiri secara harfiah berarti sembilan bangunan. Nah, di lokasi ini memang ada sembilan candi yang tersebar. Untuk mencapai satu candi ke candi yang lain, kita bisa melalui jalan setapak atau bisa menyewa kuda sebagai alat transportasi dengan ditemani seorang pemandu.

Untuk masuk ke lokasi wisata ini, kita hanya harus merogoh kocek sebesar 5.000 rupiah saja. Kalau kalian sedang ada di sekitar Semarang, wisata ini wajib dicoba.  






July 26, 2013

Top Reasons to Travel by Train #day24

Saya selalu tertarik bepergian dengan kereta api. Terdengar kuno sih, tapi justru di sinilah terdapat yang namanya old-fashioned charm. Naik kereta api itu rasanya seperti sedang melakukan perjalanan menembus waktu, menapaki sejarah masa lalu. Bagaimana tidak? Saat masuk ke stasiun, kita disuguhi arsitektur khas kolonial Belanda berusia lebih dari satu abad. Mayoritas bangunan stasiun di Indonesia memang merupakan peninggalan zaman Belanda bergaya art deco, termasuk Stasiun Cimahi di mana beberapa hari yang lalu saya menumpang Argo Parahyangan jurusan Jakarta dari sini. Menurut cerita sih, stasiun ini dibangun sekitar tahun 1886 dan sekarang merupakan salah satu bangunan tua cagar budaya di kota saya. Kemudian, yang membuat seakan kembali ke era tahun empat-puluhan adalah suara peluit yang dibunyikan petugas saat kereta hendak berangkat atau tiba. Kalau soal fasilitas di dalam kereta apinya pasti sudah modern, apalagi di kelas eksekutif penumpang dimanjakan tayangan khusus yang disiapkan PT. KAI melalui layar LCD berukuran 23 inci.

Tapi sensasi sejarah tidak hanya berhenti di stasiun saja, di sepanjang rel yang membentang dari Bandung ke Jakarta banyak sekali tersimpan memori sejarah kolonialisme bahkan zaman purba seperti era Mesolitikum atau apalah itu namanya :p. Menurut teman saya Upay, seorang ancient Sunda history enthusiast, salah satu jembatan kereta api bernama Sasaksaat merupakan jalur sungai Citarum purba sebelum Gunung Sunda meletus. Adapula terowongan Sasaksaat, salah satu terowongan kereta api terpanjang di Indonesia yang dibangun oleh SS (Staatsspoorwagen) antara tahun 1902-1903 (whooila.com). Terowongan ini terletak di jalur antara Purwakarta dan Padalarang yang membelah perbukitan. Ketika memasuki terowongan ini, kita seolah memasuki mesin waktu berukuran raksasa yang segera membawa kita ke dimensi lain.

Selain sensasi napak tilas era kolonial bahkan era zaman batu, kenikmatan travelling dengan kereta api bisa kita rasakan ketika melihat pemandangan alam yang tidak kita temukan jika melalui jalur tol. Misalnya saja, pemandangan perbukitan kapur di daerah Citatah yang jika dilihat dari kereta di mana kita berada terasa sangat menakjubkan. Berikutnya, pemandangan tol Purbaleunyi dengan mobil-mobil yang melaju di atasnya. Semuanya terlihat seperti mobil mainan. Belum lagi pemandangan lain seperti sawah, hutan, dan sungai. Kalau melihat yang begini rasanya Indonesia tuh masih luas, sejuk, asri, makmur, aman, tenteram, damai -- keterusan. Sangat berbeda jika tinggal di kota besar yang terpenjara oleh gedung-gedung tinggi. 

Lalu, hal lain dari kereta api yang saya suka adalah penamaan unik dari setiap kereta. Nama-nama ini menambah kesan magis menurut saya. Argo Parahyangan -- sebelumnya Argo Gede, Argo Muria, Argo Bromo, Argo Jati, Argo Dwipangga, Gajayana, Lodaya, Harina dan sederet nama lainnya. Kalian tahu mengapa dinamakan demikian? Setelah banyak membaca literatur di dunia maya, ternyata PT. KAI tidak sembarangan memberi nama kereta-kereta besi tersebut. Jadi penamaan ini ada yang berdasarkan nama gunung, raja, dan hewan legenda. Kereta berawalan frasa Argo diambil dari nama-nama Gunung. Argo sendiri berarti Gunung. Eh kecuali Argo Dwipangga. Setau saya tidak ada gunung Dwipangga. Argo Gede, misalnya. Ini berasal dari Gunung Gede Pangrango yang terletak di Jawa Barat. Kalo Gajayana itu nama raja. Sedangkan yang diambil dari hewan legenda adalah KA Taksaka. Taksaka merupakan naga raksasa. Namun, ternyata ada juga yang merupakan singkatan macam KA Bangunkarta kepanjangan dari Jombang-Madiun-Jakarta.

Alasan yang paling top kenapa memilih kereta sih tidak lain karena alasan safety dan comfort-nya. Perjalanan Bandung-Jakarta selama kurang lebih tiga jam sangat tidak terasa karena di sepanjang jalan kita bisa menikmati pemandangan, membaca majalah, dan yang terpenting kita bisa mondar-mandir kalau pegel. Tidak seperti di mobil atau pesawat yang ruang geraknya sangat terbatas.

Tertarik naik kereta kan? :D







Monas terlihat sesaat meninggalkan Gambir

July 25, 2013

July's Thunder Moon #day23


The night of 23rd of July 2013 was illuminated by a massive full moon. This celestial phenomenon occurs when the moon reaches its closest point to earth. According to Farmer's Almanac, Ancient native American tribes named it in a different way which is Full Thunder Moon as thunderstorms are usually quite frequent during this time. This is true. Before the full moon appeared, heavy rain with wind and threatening thunder fell on my city Cimahi and surrounding areas.   

Skygazers around the globe did not miss this thing out, of course. They took so many pictures of this rare astronomical event and uploaded them to social media. The above image was taken by me around 11 pm. Beautiful, isn't it?

Another photo I captured was as follows.


Though I know that it's far from perfect like professional photographers did, I think it still looks fascinating.