February 05, 2014

Lawangwangi Art and Science Estate & Cafe: First Visit

Gagal ke Ciwidey, saya dan bapak meluncur ke Lawangwangi di Jalan Dago Giri no. 99. Sudah cukup lama saya mengetahui tempat ini dari foto yang di upload seorang teman di instagram. Karena viewnya indah dengan background perbukitan dago, saya pun ingin sekali berkunjung ke tempat ini.

Lokasinya tidak sulit untuk dicari. Dari jalan Dago lurus saja terus ke atas hingga ada jalan bercabang ke arah kiri bernama Dago Giri. Jalan ini bisa tembus ke arah Lembang. Dari pertigaan ini, petunjuk cafe Lawangwangi sangat mudah ditemui jadi kita tidak perlu khawatir tersesat.

Sesampainya di Lawangwangi, saya segera berkeliling. Memang tempatnya benar-benar indah. Terdapat patung-patung dan berbagai seni instalasi di halamannya. Saat memasuki Lawangwangi, kita disambut beberapa lukisan dan hasil karya seni yang diperjualbelikan. Sedangkan cafenya terletak di lantai 2.

Makanan dan minuman di cafe ini berkisar antara IDR 25.000-60.000 belum termasuk pajak 15 %. Saya memesan chicken black pepper dan secangkir hot capuccino. Sedangkan bapak memesan nasi goreng cikur dan strawberry juice.

Jika berkunjung kemari, jangan lupa berfoto di jembatan kayu yang menjadi ikon favorit Lawangwangi. :D



  










November 26, 2013

Selamat Hari Guru

Teruntuk bapak ibu guru di seluruh Indonesia...
Selamat Hari Guru ke 19! (nggak papa ya telat sehari :p)
Terima kasih, melalui bimbinganmu kami jadi berilmu dan paham ini itu.

Ngomong-ngomong hari guru, saya teringat guru favorit saya di SMA dulu. Sebetulnya sih banyak, berhubung yang sangat menempel di ingatan hanya satu, ya saya akan berkisah mengenai beliau yang satu ini. Apakah saya harus menggunakan pseudonym? Rasanya tidak perlu. Karena saya bangga menuliskan nama beliau dalam blog ini dan saya bangga pernah menjadi murid beliau.

BSM. Begitu kami menyebutnya. Seperti nama Mall terbesar di Bandung itu ya kalo dulu. Bu Sri Marie ini adalah guru Matematika di sekolah saya. Beliau mengajar saya saat saya duduk di bangku kelas dua SMA.
Inget banget tuh, pertama kali beliau masuk kelas, ia menyuruh peringkat satu sampai tiga ke depan kelas untuk mengerjakan soal persamaan kuadrat. Saya, yang ranking dua, berjalan menuju papan tulis dengan tremor luar biasa. Saya hanya bisa bengong melihat soal yang beliau kasih. Susah! Sudah saya coba kerjakan tapi tidak juga ketemu jawabannya.

Lalu kata beliau, "Masa nggak bisa ngerjain soal kayak gini. Katanya rangking dua?"

Ah, jleb banget!

"Jika diberi amanah ya harus bisa bertanggung jawab dong." begitu lanjutnya.

Dari situ, saya kemudian berusaha belajar lebih giat untuk membuktikan bahwa saya memang layak. Akhirnya, saat saya lulus UN dengan nilai matematika yang lumayan bagus, beliau bilang, "bagus nilainya dan ibu yakin ini nilai asli tidak seperti yang lain." (Memang saat itu isu kecurangan UN sedang hangat diperbincangkan.) 

Terima kasih ya bu atas ilmu dan nasehatnya. Akan saya ingat terus. Saya dulu keterima SPMB Pendidikan Matematika lho bu. Kalau saya memilih itu, saya pasti seperti ibu menjadi guru Matematika juga sekarang. Tapi saya lebih memilih Bahasa Inggris sebagai bidang saya bu. Hehe. Sehat terus ya, Bu Sri Marie. :')

Anyway...
Di hari guru ini pula saya ingin berkaca.
Apakah saya sudah memiliki empat kompetensi guru/dosen profesional yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial?
Khususnya kompetensi profesional, di mana seorang pendidik harus menguasai materi ajar secara luas dan mendalam, apakah saya sudah memberikan informasi yang valid kepada mahasiswa saya?
Yaaah, benar. Rasanya seperti ditodong sebuah pistol ketika sedang memberi kuliah di hadapan mereka yang dahaga ilmu.
Mudah-mudahan selama ini saya telah memberikan keabsahan ilmu yang sebenar-benarnya. Mudah-mudahan saya dapat mempertanggungjawabkan amanah yang telah diberikan.

Teringat, mantan Ka Prodi pernah berpesan, kira-kira begini.
"Apa yang kita ajarkan akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan. Apalagi menjadi dosen bagi calon guru itu tidak mudah. Coba bayangkan. Jika kita mengajari yang salah, kemudian mereka sampaikan kepada anak didiknya. Niscaya kehancuran akan terjadi."

Jadi, teruslah berbenah wahai bapak ibu guru. Jayalah para guru! :D

November 23, 2013

Cinta Karena Allah

"Jika fisik yang dicintai, bagaimana mencintai Allah yang tak berwujud?"

Langsung buru-buru Istighfar sebanyak-banyaknya setelah membaca tweet dari salah satu teman tadi malam. Seringkali kita mencintai seseorang hanya kerana soal fisik. Dia cantik lah, dia ganteng lah, dia bodinya aduhai seperti Rihanna lah de el el. Dan banyak dari kita, pada akhirnya, sadar bahwa kecantikan fisik bukan segala-segalanya. Cantik fisik atau ganteng fisik mah sifatnya sementara. Semua orang pasti akan menua: menjadi keriput, beruban, renta. Sudah kodratnya begitu, manusiawi.

Sekarang...
Nyatanya, banyak pria --juga wanita-- yang berpaling pada sosok lain yang secara fisik lebih dari pasangannya terdahulu. Yang di foto fesbuknya, kelihatannya, bertubuh putih molek, yang di DP BBM-nya berpose unyu layaknya ABG tanggung.

Hih. Amit-amit laki gue nanti kaya gitu. *ketokketokmeja*

Dan kalau ada pria semacam itu --yang saya yakini keberadaannya melebihi sepuluh sejuta kali lipat populasi alligator di Sungai Amazon-- asingkan saja mereka ke pulau tak berpenghuni seperti pulau di film Cast Away-nya Tom Hanks. Biar mati kelaparan dia di sana.

Emosih. Huh.

Jadiii...
Kecantikan hatilah yang sebaiknya kita cari dari calon pasangan kita kelak. Apakah dia selalu menegakkan solatnya? tepat waktu? Apakah solat sunnatnya dia kerjakan pula? Bagaimana dengan sedekahnya? Karena itu menandakan kepatuhannya pada Dzat Yang Memiliki Hidup, cintanya pada Allah. Maka jika dia begitu mencintai Tuhannya, dia tidak akan berpaling darimu. Percayalah.

Saya juga sebagai wanita masih banyak kurangnya. Secara fisik juga spiritual. Pasti. Maka saya harus terus berusaha memperbaiki diri. Bukan di hadapan manusia, tapi di hadapan Sang Pencipta.

Wahai pembaca yang budiman...
...jangan kamu sia-siakan hidupmu dengan seseorang yang mencintaimu hanya karena fisik semata dan yang tidak taat pada Tuhannya. Sebab, nanti kalau ada yang lebih cantik pasti ditinggalkannyalah kamu. Kalau Allah saja berani dia tinggalkan, apalagi kamu.

Iya, saya juga tidak mau.

Semoga Allah segera menunjukkan, si beliau --jodoh dunia akhirat saya--, yang saya tahu dia akan mencintai saya karena Allah.

Dan...
...semoga catatan kecil ini dapat menyadarkan, atau paling tidak mengingatkan, para pria atau wanita yang seenak udelnya pindah ke lain hati karena urusan fisik (serta harta). Semoga mereka ini digerakkan jari jemarinya oleh Tuhan untuk mengetikkan URL blog saya pada laman internetnya untuk kemudian membaca tulisan ini dan sadar bahwa tindakan mereka itu sungguh bodoh.

Udah ah segitu dulu, saya mau ngajar sebentar lagi. Cheers. :)

*note ini selesai ditulis pukul 12.50. Minggu, 24 November 2013. Entah kenapa saya tidak bisa menyetel tanggal dan waktu yang muncul di bar setelah note ini. Ah sudahlah tidak penting. Mungkin lain kali saya ulik.*

Untitled #05

Sometimes, you need a slap right on your face.
The hard one.
So when you wake up, you'll realize...
...who do you think you are?

#notetoself

November 18, 2013

Kopi Progo


Kedai kopi yang terletak di Jalan Progo no. 22 ini menjadi destinasi saya untuk ngopi cantik sore tadi. Anak muda Bandung yang gaul dan suka nongkrong pasti tau banget tempat ini kan? :D Udah dari taun kapan pengen ngopi di sini, tapi belum sempat aja. At last, I made a first visit this afternoon.

Karena tempatnya sangat homey dengan sofa besar dan empuk, saya pun betah ngobrol berlama-lama. Apalagi kafe ini juga dilengkapi Wi-Fi super kencang. Satu gelas besar Progo Macchiato dingin serta sepiring Potato Volcano menemani saya sore tadi. Kopi dengan campuran susu dengan toping krim serta karamel di atasnya menurut saya sih enak enak aja. Maklum saya tidak bisa membedakan kopi yang enak itu seperti apa. Kata saya mah semua kopi hitam atau kopi yang mengandung susu ya rasanya gitu-gitu aja. Sama. Hehe.

Untuk harga, masih reasonable dan lebih murah lah daripada Starbucks. Masing-masing pesanan saya tadi adalah 19.000 rupiah, belum termasuk ppn 10% dan service tax 3%.

Akhir kata, saya merekomendasikan sekali Kopi Progo bagi Anda yang sedang mencari tempat santai sambil ngopi.   
   

Progo Macchiato
 
Potato Volcano

November 09, 2013

Bukit Moko: Puncak Tertinggi Kota Bandung


Bukit Moko. Pasti tidak semua orang mengenal tempat ini. Masih kalah pamor dengan Punclut. Tapi tempat ini menurut saya lebih indah dibanding dataran-dataran tinggi di kota Bandung. Puncak tertinggi kota Bandung yang berada di ketinggian 1.500 dpl ini letaknya di jalan Padasuka. Tau Saung Angklung Udjo kan? Nah dari sana perjalanan ke Bukit Moko bisa ditempuh dalam waktu 30 menit dengan kendaraan bermotor.

Jalan dari Saung Udjo hingga ke Caringin Tilu yang sangat menanjak masih bisa dilalui dua kendaraan karena jalan cukup lebar. Namun mulai dari Caringin Tilu sampai puncak, jalan menjadi sangat berbatu dan hanya bisa dilewati satu kendaraan roda empat saja. Oiya, kalau ingin ke Moko dianjurkan kendaraan dalam keadaan fit karena tanjakannya benar-benar curam. Kalau menggunakan mobil sebaiknya jangan sedan, walaupun ketika saya ke sana banyak juga pengunjung yang membawa sedan seperti Baleno dan Vios. Dan jangan lupa berdoa semoga tidak ada mobil lain saat naik. Kalau ngga, you will die! Yaiyalah mau minggir ke mana coba, pinggir-pinggir udah tanah miring.

Saat ngebolang ke Bukit Moko kemarin, saya ditemani Neni, my long-lost friend. Dengan motor Beat, kami meluncur sehabis Ashar. Tujuan kami memang melihat sunset. Di setiap tanjakan, kami pasti komat-kamit baca doa agar motor bisa kuat dan sampai di atas. Satu demi satu tanjakan dilahap dengan mulus, sampai pada dua tanjakan terakhir saya rasa motor tidak akan kuat jika kami berboncengan. Maka, si Neni harus jalan kaki sendiri ke atas. :p

Di tanjakan pamungkas yaitu jalan menuju Warung Daweung, warung kopi satu-satunya di Bukit Moko, nyali saya ciut dan saya menyerah. Motor pun saya titipkan di rumah warga yang letaknya tepat sebelum tanjakan ke Warung Daweung. Perjalanan yang ditempuh dengan susah payah ini terbayar dengan pemandangan super duper awesome. Kota Bandung bisa terlihat 270 derajat sehingga kita bisa melihat sunrise dan sunset dari tempat ini.

Sekarang, biar gambar-gambar di bawah yang bercerita. Because pictures speak a thousand words. 






Jalan menuju Warung Daweung
Spoiler for stoney road
Tempat parkir di Warung Daweung yang lumayan luas
Maaf nge-blur :p

Deretan pohon pinus di Bukit Moko. Next time, I should explore the woods.

Sebelah kanan adalah Gunung Tangkuban Perahu
The iconic solo tree and lamp of Bukit Moko
Another iconic view of Bukit Moko


Citylight. Aslinya bagus bangeeeeeeeetttttt. Berasa di atas danau berbintang.
Ternyata perjalanan pulang lebih menegangkan. Nggak nyangka jalan turun itu lebih serem ketimbang naik. Mana nggak ada lampu. Tapi saya nggak kapok ke sini. Suatu saat saya pasti balik lagi ke tempat ini. Janji!

Berganti Peran

--Kelas Media Pembelajaran, pukul satu lewat, dan saya kelaparan--

Mahasiswa deretan paling depan memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan antusias ketika salah seorang temannya sedang memperagakan media yang ia bawa. 
Tapi tidak sedikit pula yang menatap kosong ke depan. Pikirannya sudah melanglang ke kantin depan kampus sepertinya.
Lain halnya dengan dua orang di barisan tengah. Mereka saling berbisik lalu tertawa sembunyi-sembunyi.
Kemudian seseorang di bangku paling belakang terlihat curi-curi pandang ke bawah dan tersenyum simpul: membaca pesan pendek dari sang pujaan hati dari gelagatnya ini mah.
Di pojok kelas, dua orang mahasiswa paling masa bodoh dengan lingkungan sekitar terlihat bosan dan menahan kantuk.

Ah tiba-tiba saya rindu masa-masa kuliah dulu. Kuliah S-1 tentu saja, ketika saya seumuran mereka. Saya tipe mahasiswa akademis dan sedikit hedonis. Di kelas, saya termasuk mahasiswa yang rajin mengerjakan tugas dan menganggap IPK adalah segala-galanya. Dengan kata lain, saya selalu belajar mati-matian menjelang ujian atau di waktu senggang sekalipun. Tapi, keakademisan saya juga patut dipertanyakan. Kenapa? Karena saya selalu menghindari bangku paling depan, wilayah strategis dosen untuk melempar pertanyaan atau sekedar tatapan. Menurut saya, posisi teraman ya di tengah! Kalau bisa orang yang duduk depan saya badannya lebih jangkung dan lebih besar ketimbang saya. Jadi saya terbebas dari pandangan dosen sebagai sasaran. Hehe. Ruang gerak saya untuk ngobrol dengan teman sebelah juga lebih fleksibel. Kalau si dosen sudah terlihat membosankan maka perbincangan 'nanti makan di mana?' pun dimulai. Kadang saya main SOS saking hampir mati kebosanan. Eh main tebak-tebakan jodoh-kita-siapa-mobilnya-apa-rumah-di-mana juga sering. Ini sih kalo tipe dosennya sebodo-amat-mahasiswa-gue-mau-ngapain. Hahahaha. Yes, it was silly and did happen.

Salah seorang mahasiswa nyeletuk dan membuat seisi kelas dipenuhi tawa. Lamunan saya tentang masa muda itu pun buyar. --berasa udah tua banget yak :p.

Lagi-lagi celetukan-celetukan mahasiswa saya mengingatkan teman-teman seperjuangan dulu, Dik C 2006 alias Hardliners. Ah si X teh mungkin si ini yang suka cari perhatian, si Y teh si itu yang bodorannya walaupun simpel tapi selalu berhasil membuat saya tertawa terbahak-bahak sampai sakit perut, si Z teh si dia kali ya yang suka ngegombalin. Hal lain yang bikin kangen adalah duduk-duduk lesehan bareng teman sekelas di pinggir jurusan. Tidak akan bergerak kalau belum ada yang mengusir. Bergosip sambil menunggu kelas selanjutnya. Dan kadang akan bertindak heboh kalau si kecengan tiba-tiba muncul. Kalau dosen mendadak tidak hadir, saya dan lainnya akan bersukacita kemudian kabur ke kosan untuk nonton DVD atau melarikan diri ke Ciwalk untuk makan atau nonton film terbaru.

Sudah dua tahun berlalu, posisi saya tergantikan oleh mereka-mereka yang duduk di kelas saya. Saya pun berganti peran menjadi seorang dosen yang kehadirannya akan didambakan atau malah ketidakhadirannya akan disambut sukacita oleh mahasiswa seperti saya dulu.

Yaaah roda kehidupan berputar, saya dulu seperti mereka dan sekarang harus move on. :)